• Aceh Melawan Karena Jakarta Tidak Adil (bagian 1 )

    KETIKA ACEH RISAUKAN JAKARTA
    Oleh : Akhifa Danie
    Indonesia ini tak akan pernah ada tanpa Aceh !                                                                    (Bagian pertama)

    Aceh, Merupakan Provinsi tertua di indonesia, berada ditanah sumatera, posisi paling ujung barat menjadikan aceh sangat strategis dalam lintas perdagangan Dunia, maka tidaklah aneh ketika tanah yann letak giografisnya berada antara 01o 58' 37,2" - 06o 04' 33,6" Lintang Utara dan 94o57' 57,6" - 98o 17' 13,2" Bujur Timur dengan ketinggian rata-rata 125 meter di atas permukaan laut, berbatasan dengan samudera hindia sebelah selatan dan selat malaka dibagian utaranya, aceh menjadi tempat singgahan para pedagang dunia.
    berikut  daftar wilayah Aceh
    Cakupan Wilayah
    119  Pulau/Islands
    Coverage area
    35    Gunung/Mountains

    73    Sungai Utama/Rivers


    Banyaknya Kabupaten/Kota
    18    Kabupaten/Regency
    Number of Regency/City
    5      Kota/City


    Banyaknya Kecamatan/Sub-District
    289


    Mukim/Mukim
    778


    Gampong/Village
    6 493               (Sumber Bappeda Aceh 2013)

    Peninggalan Kerajaan Islam Aceh untuk Indonesia banyak di antaranya yang berasal dari Aceh, seperti
    1. Bustanussalatin dan Tibyan fi Ma‘rifatil Adyan karangan Nuruddin ar-Raniri pada awal  abad ke-17 ;
    2. Kitab Tarjuman al-Mustafid yang merupakan tafsir Al Quran Melayu pertama karya Shaikh Abdurrauf Singkel tahun 1670-an; dan
    3. Tajussalatin karya Hamzah Fansuri. 
    Ini bukti bahwa Aceh sangat berperan dalam pembentukan tradisi intelektual Islam di Indonesia. Karya sastra lainnya, seperti Hikayat Prang Sabi, Hikayat Malem Diwa, Syair Hamzah Fansuri, Hikayat Raja-Raja Pasai, Sejarah Melayu, merupakan bukti lain kuatnya pengaruh Islam dalam kehidupan masyarakat Aceh.
    ilustrasi istana kerajaan Aceh Darussalam
           Corak pemerintahan Aceh adalah pemerintahan sipil dan pemerintahan atas dasar agama. Pendiri kerajaan Aceh adalah Syeich Mudzaffar Syah. Raja yang pernah memerintah kerajaan Aceh adalah Sultan Ali Mughayat Syah, Sultan Salahudin, Sultan Alauddin Riayat Syah, Sultan Iskandar Muda, Sultan Iskandar Thani.
    Dalam masa kejayaannya, perekonomian Aceh berkembang pesat. Daerahnya yang subur banyak menghasilkan lada. Kekuasaan Aceh atas daerah-daerah pantai Timur dan Barat Sumatera menambah jumlah ekspor ladanya. Penguasaan Aceh atas beberapa daerah di Semenanjung Malaka (Malaysia) menyebabkan bertambahnya bahan ekspor penting seperti timah dan lada yang dihasilkan di daerah itu.
        Lapisan sosial masyarakat Aceh berbasis pada jabatan struktural, kualitas keagamaan dan kepemilikan harta benda. Mereka yang menduduki jabatan struktural di kerajaan menduduki lapisan sosial tersendiri, lapisan teratasnya adalah sultan, dibawahnya ada para penguasa daerah. Sedangkan lapisan berbasis keagamaan merupakan lapisan yang merujuk pada status dan peran yang dimainkan oleh seseorang dalam kehidupan keagamaan. Dalam lapisan ini, juga terdapat kelompok yang mengaku sebagai keturunan Nabi Muhammad. Mereka ini menempati posisi istimewa dalam kehidupan sehari-hari, yang laki-laki bergelar Sayyed, dan yang perempuan bergelar Syarifah. Lapisan sosial lainnya dan memegang peranan sangat penting adalah para orang kaya yang menguasai perdagangan, saat itu komoditasnya adalah rempah-rempah, dan yang terpenting adalah lada.
    Tokoh-tokoh penting Kesultanan Aceh
    • Sulthan Ali Mughayat Syah (1496-1528)
    • Sulthan Salah ad-Din (1528-1537)
    • Sulthan Ala ad-Din Ri`ayat Syah al-Kahar (1537-1568)
    • Sulthan Husin Ibnu Sultan Alauddin Ri`ayat Syah (1568-1575)
    • Sulthan Muda (1575)
    • Sulthan Sri Alam (1575-1576)

    Aceh pernah jaya dan mengalami era keemasan pada masa Sultan Iskandar Muda  (16071636), sepeninggal Iskandar Muda kerajaan Aceh mulai naik Turun Pengaruhnya dalam percaturan poltik dagang dunia, namun Aceh masih tetaplah sebagai kerajaan sah, kuat dan berdaulat, menjadi kerajaan yang disegani Portugis dan Dihormati Inggris diwilayah sumatera sampai tahun 1908, lnggris pernah membuat perjanjian dengan kerajaan Aceh tahun 1819 yang di kenal dengan Traktat London atau Traktat Sumatera.Isi Perjanian Antara Aceh dan Inggris:

    TRAKTAT LONDON – KERAJAAN ACEH – SUMATERA 1819

    Acheen (ACEH)
    Perjanjian persahabatan dan aliansi antara Yang Terhormat Perusahaan Inggris India Timur dan Kerajaan Acheen (Aceh-red) disimpulkan oleh Yang Terhormat Sir Thomas Stamford Raffles, Kesatria, dan Kapten John Moncton Coombs, utusan Gubernur-Jenderal, atas nama Yang Mulia Perancis, Marquis of Hastings, Kesatria dari Ordo Paling Mulia, salah satu Dewan Penasehat Kebesaran Inggris, Gubernur-Jenderal di dalam Dewan yang yang dimiliki Inggris di India, di satu pihak, dan Yang Mulia Sri Sultan Alla Iddun Jowhar Allum Shah, Raja Aceh, untuk dirinya, pewarisnya, dan lainnya.
    Dalam pertimbangan perdamaian yang panjang dan tidak terganggu, persahabatan, dan pemahaman yang baik yang telah hidup dari antara Yang Terhormat Perusahaan Inggris India Timur dan Yang Mulia beserta leluhurnya Raja Aceh, dan dalam rangka melestarikan dan meningkatkan persahabatan untuk keuntungan dan kesejahteraan negara bersama, maka dengan ini diepakati dan ditentukan:
    Pasal 1

    Akan ada perdamaian abadi, persahabatan, dan aliansi pertahanan antara negara-negara, kekuasaan-kekuasaan, dan pihak kontraktor, dan tak satu pun akan memberikan bantuan kepada musuh-musuh lainnya.

    Pasal 2

    Atas permintaan Yang Mulia, Pemerintah Inggris terlibat untuk meminta dan menggunakan pengaruhnya menghapus Allum Syfful dari wilayah Yang Mulia, dan Pemerintah Inggris terlibat penuh untuk melarang dia atau salah seorang keluarganya, sejauh mereka tunduk pada otoritasnya, dari melakukan atau terjadinya tindakan apapun di masa depan atau mencegah atau menghalangi penuh pembentukan kembali otoritasnya. Yang Mulia Raja akann menempatkannya di tempat tempat pembuangan Pemerintah Besar Inggris India atau memberikan tunjangan hidup, untuk kemudian merekomendasikan Allum Syfful pensiun ke Penang, dan melepaskan semua klaimnya terhadap kedaulatan Aceh, dalam waktu tiga bulan dari tanggal perjanjian.

    Pasal 3

    Yang Mulia Raja Aceh menjamin Pemerintah Inggris bebas melakukan perdagangan di seluruh pelabuhannya, dan menyatakan pelabuhannya sudah diperbaiki, dan harus dibayarka oleh penduduk. Yang Mulia juga terlibat untuk tidak memberikan atau mengizinkan sebuah monopoli dari yang diproduksi negaranya oleh siapapun.

    Pasal 4 Pasal 5

    Yang Mulia terlibat, setiap kali Pemerintah Inggris menginginkannya, untuk menerima dan melindungi utusan dari Pemerintah Inggris, dengan usaha yang cocok, yang akan diizinkan untuk berada di Pengadilan Yang Mulia untuk urusan Perusahaan Yang Terhormat.



    Mempertimbangkan kemungkinan adanya sesuatu yang tidak diinginkan yang membuat perdagangan Inggris terpaksa keluar dari pelabuhan Yang Mulia, Yang Mulia setuju bahwa kapal-kapal Inggris akan terus melakukan hubungan perdagangan dengan pelabuhan-pelabuhan Aceh dan Jillusamauy, dalam cara yang sama seperti sebelum ini, kecuali ada blokade sementara dari pelabuhan ini yang harus mendapat persetujuan Pemerintah Inggris atau otoritas. Dipahami dengan jelas bahwa pihak kontraktor, yang tidak menyukai peperangan, tidak melengkapi, memberikan, atau menjual muatan apapun kepada pemberontak Yang Mulia melalui pelabuhan di atas, yang diancam dengan hukuman penyitaan dari kapal dan kargo.

    Pasal 6

    Yang Mulia Sri Sultan Alla Iddun Jowhar Allum Shah setuju dan berjanji untuk melibatkan dirinya, pewarisnya, dan penerusnya, untuk mengecualikan kekuatan Eropa lain, dan semua orang Amerikauntuk menetap atau tinggal di wilayah kekuasannya. Dia juga tidak memasuki negosiasi atau menyimpulkan dngan macam-macam perjanjian dengan kekuatan manapun, pangeran, atau raja manapun kecuali dengan sepengetahuan dan persetujuan Pemerintah Inggris.

    Pasal 7

    Yang Mulia terlibat untuk tidak mengizinkan tempat tinggal, dalam kekuasaannya, dari setiap subjek Inggris kepada siapa Agen Resident harus menyatakan keberatan.

    Pasal 8

    Pemrintah Inggris setuju untuk memberikan kepada Yang Mulia, tanpa penundaan, semua senjata dan peralatan militer yang rinciannya ditambahkan di perjanjian ini dan ditandatangani oleh Yang Mulia. Pemerintah Inggris juga setuju untuk memberikan sejumlah uang yang disebutkan di sini sebagai pinjaman sementara kepada Yang Mulia, yang akan dilunasi oleh Yang Mulia pada awal kemampuannya.

    Pasal 9

    Perjanjian ini terdiri dari sembilan Pasal yang telah disimpulkan untuk tunduk pada pengesahan Gubernur-Jenderal dalam waktu enam bulan sejak tanggal perjanjian. Namun, harus dipahami bahwa beberapa ketentuan yang terkandung di sini dapat membawa efek secara langsung tanpa menunggu kata Ratifikasi.

    Dibuat di Sridule, dekat Pedir, di Negara Aceh, pada 22 April di tahun junjungan kita 1899, bertepatan dengan tahun Hegira 1234 pada hari ke-26 Jemadil Akhir.

    Pedir, 22 April 1819.
    Segel Raja Aceh                                                                                                                                                     Jowhar Allum Shah 

    Segel Gubernur-Jenderal
    Tertanda
    T. S. Raffles

    Tertanda 
    John Monckton Coombs

    Tertanda
    Hastings

    Tertanda
    Jas Stuart

    Tertanda
    J. Adam

    Tertanda 
    E.Celebroo

    Ratifikasi oleh Gubernur Jenderal di Dewan pada 3 April 1820
     Tertanda
    C. T. Metcalfe
    Secretary

    Daftar Pasal dimaksud dalam dimasukkan dalam perjanjian yang akan dilengkapi oleh Yang Terhormat Perusahaan Inggris India Timur kepada Yang Mulia Sri Sultan Allah Iddun Jowhar Allum Shah untuk ditetapkan pada anggaran kedelapan.
    Senjata dan Peralatan Militer

    Mesiu, empat puluh barel; Field pieces, enam-prs, kuningan, empat; Round shot for ditto, empat ratus; Grape shot for ditto, empat ratus; Muskets, lengkap, empat ratus; Muskets balls, tiga puluh barel; Musket flints, tiga ribu .Tunai Lima puluh ribu dolar Spanyol.


    Tertanda                      
    T. S. Raffles

    Tertanda
    John Monckton Coombs
    Sumber :  (Buku A Collection of Treaties, Engagements, and Sunud relating to India and Neighbouring Countries 1862).
                                                                                                                                                                                       Pun begitu, pada Perjanjian Siak 1858Sultan Ismail  menyerahkan wilayah Deli, Langkat, Asahan dan Serdang kepada Belanda, padahal daerah-daerah itu sejak Sultan Iskandar Muda, berada di bawah kekuasaan Aceh. Belanda melanggar perjanjian Siak, maka berakhirlah perjanjian London tahun 1824. Isi perjanjian London adalah Belanda dan Britania Raya membuat ketentuan tentang batas-batas kekuasaan kedua daerah di Asia Tenggara yaitu dengan garis lintang Singapura. Keduanya mengakui kedaulatan Aceh
     (http://id.wikipedia.org/wiki/Perang_Aceh).
                Aceh tidak pernah mengakui Belanda dan Raja Aceh tidak pernah menyerahkan kerajaannya kepada Belanda sehingga tetap menjadi daerah yang tidak pernah tunduk kepada Belanda, memang Belanda pernah masuk dan menduduki Aceh, namun kekuasaan Belanda di Aceh tidaklah sama seperti di pulau lain, jika dipulau lain mereka bisa menguasai tanah dan mental penduduknya, di Aceh Belanda tidak pernah aman, saban hari pejuang aceh melancar serangan yang memeatikan, jika pasukan Agam (laki-laki) mundur maka Pejuang Inoeng Balee (pasukan wanita janda syahit pejuang) ganti menerjang, siang malam dari tahun 1873-1942 (http://id.wikipedia.org/wiki/Perang_Aceh), situasi ini sangat menakutkan Belanda, sehingga ini menjadi modal dasar kemerdekaan bagi bangsa indonesia dikemudian. (meskpun para sejarahwan republik enggan mempublisnya atau enggan menulis tentang heroiknya orang aceh membela tanah air karena disebabkan alasan politik jakarta namun sejarah tidak pernah bohong)  Ketika perang kolonial Belanda di Aceh hampir memasuki seperempat abad, Letnan Kolonel infantri purnawirawan G.B. Hooijer yang pernah bertugas di Aceh menulis dalam ikhtisar umum bukunya De Krijgsgeschiedenis van Nederlansch Indië van 1811 tot 1894, jilid III (terakhir, setebal 480 halaman), tahun 1895, pada halaman 5 sebagai berikut:
    “Tidak ada pasukan Diponegoro atau Sentot, baik orang-orang Padri yang fanatik maupun rombongan orang-orang Bali atau massa berkuda orang-orang Bone, seperti yang pernah diperagakan oleh para pejuang Aceh yang begitu berani dan tak takut mati menghadapi serangan, yang begitu besar menaruh kepercayaan pada diri sendiri, yang sedemikian gigih menerima nasibnya, yang cinta kemerdekaan, yang bersikap sedemikian fanatik seolah-olah mereka dilahirkan untuk menjadi gerilyawan bangsanya. Oleh sebab itu perang Belanda di Aceh akan tetap menjadi sumber pelajaran bagi pasukan kita. Dan karena itu pula saya menganggap tepat sekali jika jilid III atau terakhir sejarah perang (Belanda di Hindia Belanda) itu seluruhnya saya peruntukkan guna menguraikan peperangan di Aceh.[1]
    Namun dari semua pemimpin peperangan kita yang pernah bertempur di setiap pelosok kepulauan kita ini, kita mendengar bahwa tidak ada satu bangsa yang begitu gagah berani dan fanatik dalam peperangan kecuali bangsa Aceh; wanita-wanitanya pun mempunyai keberanian dan kerelaan berkorban yang jauh melebihi wanita-wanita lain”.[2]
                Perang Aceh adalah perang yang paling mematikan sepanjang sejarah Belanda, dalam bukunya penulis belanda merinci kerugian besar itu, seperti jumlah tentara yang Tewas, dari pasukan maréchaussée (Marsose) hingga JenderalNya. Ada banyak Korban Belanda selama perang Aceh  Cukup menjadi catatan prajurit belanda yang tewas, 50.000 tentara elit Maréchaussée Eropa, 100.000 Tentara KNIL (5.000 orang bugis, 10.000 Madura, 50.000 orang Jawa, 35.000 suku lainnya ) diseluruh tanah jajahannya hanya dia Acehlah Para Jenderal Belanda Tewas ada beberapa Jenderal yang tewas anda bisa melihat kuburan mereka di kerkoff Belanda persis berdekatan dengan Meseum Tsunami, Kota Banda Aceh. Hal ini diakui Belanda tidak pernah terjadi ditempat lain. (Sumber : Zentgraaf, H.C. 1983. Aceh. Jakarta: Penerbit Beuna. (terjemahan oleh Aboe Bakar)

    Pasukan Elit GAM 1998
                Sejarah tidak pernah bohong, Aceh Sudah membuktikan betapa besar perjuangan Para Pejuang bangsanya demi cita-cita sebuah negeri yang berdaulat, damai adil dan makmur, mereka kakek dan nenek orang Aceh sudah membuktikan kepada bangsa indonesia dan dunia tentang arti keiklasan mereka berjuang, sehingga indonesia ada sampai hari ini. Tentu para pahlawan itu sama sekali tidak menuntun jika kelak tanah ini berdaulat masukkan nama kami dalam deretan nama daftar pahlawan, lalu tempelkan foto2 kami di gedung atau meseum pemerintah bukan... bukan itu.. sama sekali bukan itu....Mereka lillahi ta’ala berjuang demi islam, demi agar anak cucunya hidup dan mati dalam negeri yang aman damai dan Tuhan mengampuninya “Baldatun Thaiyyibatun Wa Rabbun Ghafur” bukan Negeri yang penuh mekunafikan dan dusta, penuh pencitraan dan startegi politik. carut marutnya sistem dan arah politik pemerintah indonesia pasca kemerdekaan (orde lama & baru ) menjadi sebab awal Aceh Menggujat Jakarta.

    KEMERDEKAAN INDONESIA DAN JANJI SETIA PEJUANG ACEH
    Setelah indonesia memproklamirkan kemerdekaan, 17 Agustus 1945, Maka Pada 23 Agustus 1945, sedikitnya ada 56 tokoh Aceh berkumpul di Aceh dan mengucapkan sumpah. ”Demi Allah, saya akan setia untuk membela kemerdekaan Republik Indonesia sampai titik darah saya yang terakhir.” Kecuali Tgk Mohammad Daud Beureueh, seluruh tokoh dan ulama Aceh mengucapkan janji itu. Pukul 10.00, Husein Naim dan M Amin Bugeh mengibarkan bendera di gedung Shu Chokan (kini, kantor gubernur). Tengku Nyak Arief gubernur di bumi Serambi Mekah. Tak semua tokoh Aceh mengucapkan janji setia. Mereka para hulubalang, prajurit di medan laga. Prajurit yang berjuang melawan Belanda dan Jepang. Mereka yakin, tanpa RI, mereka bisa mengelola sendiri negara Aceh, karena mereka tau Aceh adalah negara yang masih berdaulat dan berkuasa penuh, mereka berjuang atas nama indonesia demi kebersamaan saja. Ketika itu politik indonesia sama sekali belum seperti ini, indonsia masih sangat butuh modal dari Aceh.

    BELANDA TIDAK BERANI MASUKI ACEH PADA AGRESI KE-II
    Sebagaimana kita ketahui, sejarah sudah mencatat Indonesia yang sudah pernah merdeka Pada Tahun 1945, namun kembali di jajah lagi oleh Belanda pada Tahun 1948 (Agresi Belanda Jilid ll), hampir seluruh tanah air indonesia yang sebelumnya sudah pernah mengecap rasa indahnya kemerdekaan harus merasakan lagi pahitnya penjajahan. Belanda datang lagi. Mulai dari tanah Papua sampai sumatera utara Belanda sudah mencengkram lagi, hanya Aceh yang tidak berani lagi di masuki Belanda, Mereka sudah pernah merasakan kapok diera perang Aceh, mungkin Belanda tidak mau lagi Para Jenderalnya mati sia-sia di Aceh. Para pejuang Aceh melakukan Long March menuju front "Medan Area" ketika Sumatera Utara sudah berhasil dikuasai Belanda. Ini merupakan bentuk komitmen Aceh demi kemerdekaan RI. Sehingga saat itu Aceh dikenal sebagai daerah yang memiliki basis pertahanan yang paling kuat di wilayah Sumatera.

    BERSAMBUNG !
  • You might also like

Pembaca Hari Ini

Cari Artikel Disini

Apakah Menurut Anda Jokowi - JK Sudah Menepati Janjinya Seperti Apa Yang Dijanjikan dimasa Kampanye

islam dan muslim

Allah berfirman :
ÙŠَا Ø£َÙŠُّÙ‡َا الَّØ°ِينَ آمَÙ†ُوا اتَّÙ‚ُوا اللَّÙ‡َ Ø­َÙ‚َّ تُÙ‚َاتِÙ‡ِ Ùˆَلا تَÙ…ُوتُÙ†َّ Ø¥ِلا ÙˆَØ£َÙ†ْتُÙ…ْ Ù…ُسْÙ„ِÙ…ُونَ
Dan janganlah Kamu Mati Kecuali Dalam Keadaan Muslim / Beriman !
itu janji muslim yang harus dipegang kuat-kuat.