“Saya terima
nikahnya Fulanah binti Fulan dengan maskawin seperangkat alat sholat dibayar
tunai…”
Sungguh
pernikahan adalah saat yang dinanti-nanti bagi sepasang kekasih yang saling
mencintai karena Allah. Siapa yang tidak ingin menikah? Setiap yang mengaku
menjadi pengikut Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam tentu
tidak ingin meninggalkan sunnah beliau yang satu ini. Sunnah muakadah (kuat) Menikah bagaikan mendulang kebahagiaan yang
berlimpah. Malaikat akan akan bertasbih diantara sela - sela jari suami isteri orang
beriman yang bergenggaman tangan.
Dalam kitab
Fathun Mu’in Nikah >> “wa huwa
lugatan atdzammu wal ihktima’u wa minhu qauluhum tana kahatil asyjaru izatama
yalat wan dzamma bag dzuha ila bag dzin” (Nikah menurut bahasa adalah “berkumpul
menjadi satu” sebagaimana kata orang Arab “pepohonan itu saling bernikah” jika
satu sama lainnya bercondongan dan mengumpul).
Adapun Nikah
menurut syariat adalah suatu aqad yang berisi pembolehan melakukan persetubuhan
dengan karena sudah melafazdkan “inkahin” (menikahkan) atau “tazwiji” (mengawinkan),
kata nikah itu sendiri menurut hakiki bermakna aqad dan secara majaz bermakna persetubuhan, ini menurut pendapat
yang lebih sahih.
Sunnah hukumnya
saat menikah meniatkan sebagai untuk mengikuti sunnah nabi dan untuk memperkuat
Agama Islam,(Fathun Mu’in).
Hal ini benar
adanya semakin banyak orang islam menikah dan memiliki anak banyak dan lagi
dari keturunan sholeh maka makin bertambahlah pula komunitas muslim shalih di
dunia yang menjadikan islam akan semakin banyak populasinya dan semakin kuat,
sementara orang – orang kafir semakin sedikit jumlahnya di karenakan agama
mereka tidak menganjurkan untuk memiliki anak keturunan yang banyak, baru baru
ini (Tahun 2012) ada survey dari lembaga survey yahudi menyebutkan kalau
Perancis akan menjadi negara islam pertama di Eropa karena faktor demografi,
survey ini menyebutkan dalam setiap kelahiran 3 anak di perancis 2 diantaranya
keturunan dari keluarga muslim, lihatlah !
Pernyataan ini
sudah ada ribuan tahun lalu dalam literatur islam dan sekarang terbukti bukan,
ajakan ulama – ulama shalaf untuk memiliki anak banyak seolah di artikan oleh
mereka yang liberar sebagai kebodohan, jika tidak di barengi dengan pertumbuhan
ekonomi, padahal prinsip orang salaf adalah Rizki Urusan Allah, kita berusaha.
Adapun pemebrian wajib calon suami kepada calon isteri
dalam nikah itu namanya Mahar.
“Berikanlah
mahar (maskawin) kepada wanita (yang kamu nikahi) sebagai pemberian yang wajib.
Kemudian jika mereka menyerahkan kepada kamu sebagian dari mahar itu dengan
senang hati, Maka makanlah (ambillah) pemberian itu (sebagai makanan) yang
sedap lagi baik akibatnya.” (Qs. An-Nisa’ : 4)
Dalam ayat
tersebut Allah memerintahkan memberikan mahar kepada wanita yang hendak
dinikahi, maka hal tersebut menunjukkan bahwa mahar merupakan syarat wajib
dalam pernikahan. Jika mahar tidak disebutkan dalam akad nikah maka pihak
wanita berhak mendapatkan mahar yang sesuai dengan wanita semisal dirinya
(‘Abdurrahman bin Nashr as-Sa’di dalam Manhajus Salikiin hal.
203).
Mahar bisa
berupa.
1. Harta (materi) dengan berbagai bentuknya.
“Dan (diharamkan juga kamu
mengawini) wanita yang bersuami, kecuali budak-budak yang kamu miliki (Allah Telah menetapkan hukum itu)
sebagai ketetapan-Nya atas kamu. dan dihalalkan bagi kamu selain yang demikian
(yaitu) mencari isteri-isteri dengan hartamu untuk dikawini bukan untuk
berzina. Maka isteri-isteri yang telah kamu nikmati (campuri) di antara mereka,
berikanlah kepada mereka maharnya (dengan sempurna), sebagai suatu kewajiban;
dan tiadalah mengapa bagi kamu terhadap sesuatu yang kamu telah saling
merelakannya, sesudah menentukan mahar itu. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui
lagi Maha Bijaksana.” (Qs.
An-Nisa’: 24)
2. Sesuatu yang dapat diambil upahnya ( jasa).
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman,
“Berkatalah dia
(Syu’aib), ‘Sesungguhnya Aku bermaksud menikahkan kamu dengan salah seorang
dari kedua anakku ini, atas dasar bahwa kamu bekerja denganku delapan tahun dan
jika kamu cukupkan sepuluh tahun maka itu adalah (suatu kebaikan) dari kamu,
Maka Aku tidak hendak memberati kamu. dan kamu insya Allah akan mendapatiku
termasuk orang- orang yang baik’.” (Qs. Al-Qashash: 27)
3. Manfaat yang akan kembali kepada sang wanita,
seperti:
·
Memerdekakan dari perbudakan
·
Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu berkata,
“Sesungguhnya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam memerdekakan
Shafiyah binti Huyayin (kemudian menikahinya) dan menjadikan kemerdekaannya
sebagai mahar.” (Atsar riwayat Imam Bukhari: 4696)
·
Keislaman seseorang
·
Hal tersebut sebagaimana kisah Abu
Thalhah yang menikahi Ummu Sulaim radhiyallahu ‘anhuma
dengan mahar keislaman Abu Thalhah. Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhubekata,
“Abu Thalhah menikahi Ummu Sulaim. Maharnya keislaman Abu Thalhah. Ummu Sulaim
telah masuk Islam sebelum Abu Thalhah, maka Abu Thalhah melamarnya. Ummu Sulaim
mengatakan,’Saya telah masuk Islam, jia kamu masuk Islam aku akan menikah
denganmu.’ Abu Thalhah masuk Islam dan menikah dengan Ummu Sulaim dan
keislamannya sebagai maharnya.” (HR. An-Nasa’I : 3288)
·
Atau hafalan al-qur’an yang akan diajarkannya.
Sebagaimana Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam telah
menikahkan salah seorang sahabat dengan beberapa surat al-qur’an hafalannya
(HR. Bukhari dan Muslim.
Lihatlah betapa
gampangnya mahar itu jika saja kalian mau memakluminya.
Di era kita
saat ini ada banyak hal yang menjadikan pernihakan tertunda, seiring dengan
perjalanan zaman yang terus ke ujung, pergeseran nilai – nilai kemuliaan islam pun
terus tersudutkan, pernikahan di zaman ini seolah bukan lagi sebagai tujuan
ibadah untuk menjunjung tinggi Sunnah Rasulullah, melainkan sudah menjadi ajang
untuk menjual harga diri, martabat, kasta, gengsi dll, semakin tinggi strata
pendidikan si wanita semakin tinggi pula maharnya, semakin luas pergaulannya siperempuan
semakin pandai pula dia menaikkan maharnya, mahar seolah menjadi ukuran harga
diri atau kasta seorang perempuan.
Ketahuilah islam
tidak mengajarkan yang demikian, hal ini bukan kebiasaan pernikahan di jaman Rasul
maupun zaman shahabat. Tapi ini pernikahan yang sudah terkontaminasi dengan
kebiasaan orang – orang sekuler dan liberal. Entah kenapa pula kita harus
mengadopsinya.
Lihatlah pernikahan paling agung di dunia antara
Sayyidina Ali Bin Abi Thalib dengan Saiyyidah Fatimah binti Muhammad Rasulullah
Saw,
Fatimah adalah sebaik – baik wanita di zamannya, semulia –
mulianya keturunan, memiliki derajat ketinggian nasab karena Darah daging dari
Rasulullah dengan Ummi Khatijah sendiri, tak ada satupun perempuan yang mampu
dapat menyamai Sayyidah Fatimah, dari zamannya sampai yang akan datang. Tapi lihatlah
Rasulullah tidak
mensyaratkan pernikahan Fatimah dengan Mahar yang tinggi, tapi semampunya Ali
saja.
Dikisahkan dalam kitab
Innahaa Fathimah Az-Zahra karya Muhammad Abduh Yamani. telah diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia dengan judul “Hanya
Fatimah, Bunga Nan Jadi Bunda Ayahnya” ((Adalah Ketika Sayyidatuna Fatimah
Azzahra mencapai usia ke-18, sebagian sahabat datang untuk melamarnya, di
antaranya datang Sayyidina Abu Bakar, dan Rasulullah hanya diam lalu berkata
“Aku menunggu perintah dari Allah”. Kemudian datang Sayyidina Umar maka
Rasulullah menjawab sebagaimana jawaban pada Sayyidina Abu Bakar.
Maka beliau berdua mendatangi Sayyidina Ali bin Abi Thalib seraya berkata “Wahai Ali engkau termasuk salah satu orang yang pertama masuk Islam dan engkau adalah begini.. begini.. dan begini…”
Sayyidina Abu Bakr dan Umar memberi semangat pada Sayyidina Ali dan berkata “Sebaiknya engkau pergi melamar Fatimah dari Rasulillah dan engkau adalah orang yang pantas dan berhak memilikinya, engkau juga adalah sepupunya.”
Maka berangkatlah Sayyidina Ali dalam keadaan malu yang sangat, lalu masuklah beliau kepada Rasulullah dengan rasa malu yang sangat besar, duduk di hadapan Rasulullah dan beliau Saw. melihat dari mata Sayyidina Ali terpancar sebuah kata-kata dan rasa malu.
Rasulullah berkata “Apa yang ada di benakmu wahai Ali ?” Sayyidina Ali menjawab dengan mata yang berkaca-kaca “Terlintas di benakku Fatimah duhai Rasulallah”. Maka Rasulullah menjawab “marhaban wa ahlan” Sayyidina Ali pun terdiam dan tersipu malu. Begitu juga Nabi terdiam dan malu beberapa saat yang cukup lama. Dalam benak Rasulullah ingin Sayyidina Ali untuk membuka pembicaraan, dan Sayyidina Ali dalam keadaan malu yang sangat sehingga tak mampu meneruskan kata-katanya.
Maka keluarlah Sayyidina Ali, dan para sahabat telah menunggu di luar dan bertanya “Apa yang Rasulullah katakan padamu ?” Sayyidina Ali menjawab ”Rasulullah berkata ‘marhaban wa ahlan’”. Para sahabat berkata “Wahai Ali, cukup seandainya Rasulullah berkata padamu satu saja, tapi Rasulullah telah memberimu dua jawaban yaitu ‘marhaban wa ahlan’ tidak diragukan lagi bahwa Rasulullah telah menyetujuinya.”
Dalam riwayat yang lain: Ketika Rasulullah berada di masjid, Rasulullah berkata bahwa sesungguhnya Allah Swt telah menikahkan Fatimah dengan Ali di langit dan aku telah menikahkannya dengan Ali maka semua sahabat Ra. yang ada di masjid pun menjadi saksi.
Di sebagian riwayat mengatakan: Rasulullah berkata kepada Sayyidina Ali “Hai Ali apakah kau memiliki sesuatu yang bisa kau jadikan sebagai mahar?” Maka Sayyidina Ali berkata “Wahai Rasulullah aku tak memiliki sesuatu apapun kecuali pedang dan baju perangku.”
Karena Sayyidina Ali tergolong orang yang tidak mampu, yang tumbuh besar dalam didikan Rasulullah, seperti kita ketahui bahwa Beliau hidup dalam kezuhudan dan kemiskinan yang tidak memiliki apa-apa maka Ali pun menjawab seperti itu.
“Duhai Ali mengenai pedangmu engkau harus tetap menggunakannya untuk berperang di jalan Allah sedang baju zirahmu juallah!” Maka Sayyidina Utsman membeli baju perang tersebut dengan harga 480 dirham lalu Sayyidina Ali memberikan hasil penjualan itu kepada Rasulullah.
Rasulullah mengambil 1/3-nya untuk membeli minyak wangi dan sebagian digunakan untuk menghias rumah Fatimah. Disebutkan dalam sebagian riwayat Rasulullah masuk kamar Fatimah untuk bermusyawarah dengannya dan berkata “Wahai Fatimah sesungguhnya Ali ingin meminangmu dan kau telah mengenal Ali dengan baik.” Maka Sayyidatuna Fatimah diam dan tersipu malu. Rasulullah mengetahui dengan diamnya Fatimah itu berarti dia telah ridha dan menyetujuinya. Maka dimulailah persiapan untuk menggelar pernikahannya. Akan tetapi, tahukah anda perlengkapan apa yang dipersiapkan oleh Azzahra?
Bagaimana dengan zaman ini, seorang anak gadis sekarang mungkin salah satu dari mereka merepotkan keluarganya dan mereka tidak rela jika pernikahan mereka dilakukan dengan sederhana. Dengan menginginkan ini dan itu, coba perhatikan Sayyidatuna Fatimah, pemimpin para wanita di surga nanti. Apakah perlengkapan yang disiapkan Fatimah?
Persiapan yang dilakukan Sayyidatuna Aisyah dan sebagian iring-iringan Ummahatul Mukminin dengan membawaperlengkapan nikah menuju rumah Fatimah, lalu Sayyidatuna Aisyah berkata “Kami gelarkan di kamar Fatimah pasir halus sebagai permadani yang menghiasi kamar Sang Bunga dan didatangkan bantal dari kulit yang didalamnya dipenuhi dengan pelepah kurma yang mana bantal ini bakal dijadikan sebagai alas tidur mereka. Dengan perabot alat penggiling gandum dan bejana tempat air (kendi) juga beberapa minyak wangi serta dipersiapkan tempat menyimpan baju (yang sekarang dikenal dengan nama lemari).”
Tahukah anda bagaimana bentuk lemari tersebut? Sayidatuna Aisyah berkata “Kami tancapkan antara dua dinding sebatang kayu untuk meletakkan pakaian mereka dan tempat untuk menggantungan tempat air juga barang-barang mereka yang mana kayu ini sebagai segala tempat penyimpanan” (seperti lemari di zaman ini). Subhanallah, bagaimana dulu keadaan mereka dalam kezuhudan ini? Dalam keadaan yang sangat memprihatinkan ini??
Akan tetapi Nabi Saw telah memberi kabar bahwa dunia tidak pantas untuk Muhammad dan keluarga Muhammad. Dimana Rasulullah tidak pernah menoleh dan disibukkan oleh dunia ini. Sedangkan Sayyiduna Hamzah datang dengan membawa dua onta yang sangat istimewa sebagai jamuan makan untuk para tamu-tamu yang datang.
Sayyidatuna Aisyah berkata “Maka kami memakan kurma dan kismis dan demi Allah aku tak melihat pernikahan yang lebih mulia dari pernikahan Fatimah.” Bagaimana bisa sebuah pernikahan dapat menandingi pernikahan Fatimah yang mana pernikahan Fatimah telah dirayakan di langit sebelum dirayakan di bumi dengan ‘Inayah Allah Swt.
Lalu dimulailah perayaan pernikahan, Nabi pun keluar dengan membawa bighal/binatang sejenis kuda dan berkata “Naiklah wahai putriku Fatimah.” Lalu beliau menyuruh Salman “Bawa dan tuntun ia menuju rumah Sayyidina Ali” dan Rasulullah mengikuti di belakang dengan Sayyidina Hamzah beserta keluarga Bani Hasyim sebagai arak-arakan menuju rumah Sayyidina Ali.
Rasulullah
menyuruh sebagian perempuan untuk mengarak Sayyidatuna Fatimah dengan disertai
lantunan sya’ir-sya’ir pujian dan takbir kepada Allah serta menarik Sayyidatuna
Fatimah dalam arak-arakan tersebut.
Sungguh pernikahan yang sangat indah dan meria….
Pernikahan
yang membuat seluruh alam riang gembira….
Pernikahan
sang putri yang akan menjadi pemimpin para wanita di surga nantinya….
Pernikahan yang akan menghasilkan para kesatria-kesatria yang akan menjadi pemimpin pemuda di surga….
Pernikahan yang akan menghasilkan para kesatria-kesatria yang akan menjadi pemimpin pemuda di surga….
Mudah-mudahan Allah menjadikan kita semua termasuk dalam lingkupan kebahagiaan ini….
Dan dicatat sebagai orang-orang yang singgah di telaga Rasulullah dan masuk ke surga Allah nanti..
Aamiin..
Aamiin..
Ya Rabbal ‘Alamiin. ))
Aamiin..
Ya Rabbal ‘Alamiin. ))
Dan Fatimah Az-Zahra
senantiasa hidup mendampingi suaminya, Imam ‘Ali bin Abi Thalib r.a., yang
tidak mempunyai apa pun juga selain, hati dan pedang, ilmu dan iman. Isteri
yang serta dan ikhlas itu menepung sendiri hingga tapak tangannya membengkak,
menimba air sendiri hingga bajunya basah kuyup, menyapu rumah dan halaman
hingga pakaiannya berdebu. Ia tidak hidup sebagaimana Permaisuri Para Raja yang
hidup serba dilayani oleh beratus-ratus budak pembantu dan tidak pernah bekerja
selain melarang dan menyuruh. Cobalah kita bayangkan: Manakah di antara dua
orang isteri itu yang lebih bahagia hidupnya, lebih tenteram hatinya dan lebih
cerah keadaannya. Inilah wanita sholeha yang di sebut oleh Nabi sebagaik sebaik
– baik perhiasan dunia.
Lihatlah
Bagaimana indahnya pernikahan putri Rasulullah ini, sederhana
tapi menjadi pernikahan yang menggebirakan seluruh isi Alam, Hewan dan Tumbuhan
semua bertasbih memuji Allah karena gembiranya mereka. Pernikahan yang sebenar –
benarnya. Pernikahan yang tidak memandang Mahar sebagai kunci utama dari sebuah
kemampuan.
Coba lihatlah sekarang ketika mereka para wanita dan
pemillik anak gadis yang sudah menjauh dari apa yang pernah Rasulullah dan
sahabatnya perbuat !
Kata Rasul : “
sebaik – baik wanita adalah yang paling ringan maskawinnya”.
(HR At Thabrani)
Di zaman ini Ada banyak laki-laki yang mundur teratur
akibat adanya permintaan mahar yang tinggi. Bahkan ada sebagian daerah yang mensyaratkan
pemberian mahar yang sangat memberatkan mereka kaum lelaki. Menghadapi hal
semacam ini, hendaknya pihak wanita bersikap bijak. Tidak masalah jika pihak
laki-laki memiliki kemampuan untuk membayar mahar tersebut, namun jika ternyata
yang datang adalah laki-laki yang memiliki kemampuan materi yang biasa saja, maka
tidaklah layak menolaknya hanya karena ketidakmampuannya membayar mahar.
Terutama jika yang datang adalah laki-laki yang sudah tidak diragukan lagi
keshalihannya, kataatannya dan ketaqwaanya Kepada Tuhan Mu. Malaikat akan
tersenyum jika kalian rela meringankan mahar kalian seringan – ringannya demi
sang lelaki yang shaleh, taat ibadah, tangguh kepribadiannya, bijaksana kata-katanya,
ooooh..... alangkah malang jika kalian harus menolaknya hanya mereka karena
keterbatasan materinya d dunia, padahal kalian sedang di ingini oleh lelaki
perindu surga, tidakkah kalian merindukan keturunan kalian akan menjadi pewaris
khalifah dimuka bumi, dan tidakkah kalian tahu bahwa anak – anak yang baik
senantiasa di lahir dari darah keturunan orang tuanya yang baik pula. Padahal di
jaman salafus shalih yaitu zaman dimana umat islam masih sangat terikat dengan
keimanan, para wali berlomba – lomba menawarkan anak gadisnya kepada pemuda –
pemuda yang sholeh
Dalam kitab ‘Fathun Mu’in Bab nikah’ menyebutkan ‘wanudiba
lilwaliyyi ‘ardzu mauliyatihi ‘ala zawisshalahi”/ sunat bagi sang wali
artinya orang yang memiliki anak gadis menawarkan putrinya bagi orang – orang shalih”.
Karena derajat orang sholeh itu lebih aula dari pada
orang kaya yang dermawan..
Wahai saudariku, untuk apa kalian mengadobsi aturan
lain jika syari’at Islam memberikan solusi dengan sesuatu yang lebih mudah dan
mulia ?
Sesungguhnya sebagian wanita telah berbangga dengan
tingginya mahar yang mereka dapatkan, maka janganlah kalian mengikuti mereka.
Perlihatkan perbedaan pernikahan mu yang dituntun oleh
iman dengan pernikahan mereka demi kemegahan,
Bedakanlah pernikahan Mu yang islam dengan pernikahan Mereka yang kafir. Kalian
tahu ?
Berapa banyak wanita yang terlambat menikah hanya
karena mahar di daerahnya terlalu tinggi sehingga laki-laki yang hendak
menikahinya harus menunggu selama bertahun-tahun agar dapat memenuhi maharnya.
Alangkah kasihannya mereka yang harus menggadaikan hati padahal perkara ini
amat mudah diselesaikan. Ini bukanlah perkara yang pelik dan bukan pula perkara
yang menaruhkan harga diri dan martabat, apakah seseorang akan jatuh martabat
dan harga dirinya jika walinya menerima mahar yang sangat ringan ? bukankah
jika ini yang kalian lakukan itu sama halnya kalian sangat mencintai
Rasulullah, kalian sedang mengidolakan Fatimah Az Zahra, dan barang siapa
mencintainya maka akan Allah pertemukan mereka dengan drinya di surga Nanti....
Tidakkah kalian wahai gadis – gadis muslim
mengidolakan Fatimah ?
Maka, jangan bebankan mereka dengan maharmu, wahai saudariku!
Semoga Allah Subhanahu wa Ta’ala memberkahi
pernikahanmu. Akhirnya Saudariku, teriring do’a untuk kalian baarakallahulaki
wa baraka ‘alaiki wa jama’a bainakumaa fii khair..
written by
Akhifa Danie R
Dari berbagai
sumber
Tidak ada komentar:
Posting Komentar