• JANGAN BEBANKAN DIA DENGAN MAHAR MU !


    “Saya terima nikahnya Fulanah binti Fulan dengan maskawin seperangkat alat sholat dibayar tunai…”

    Sungguh pernikahan adalah saat yang dinanti-nanti bagi sepasang kekasih yang saling mencintai karena Allah. Siapa yang tidak ingin menikah? Setiap yang mengaku menjadi pengikut Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam tentu tidak ingin meninggalkan sunnah beliau yang satu ini. Sunnah muakadah (kuat)  Menikah bagaikan mendulang kebahagiaan yang berlimpah. Malaikat akan akan bertasbih diantara sela - sela jari suami isteri orang beriman yang bergenggaman tangan.
    Dalam kitab Fathun Mu’in Nikah >> “wa huwa lugatan atdzammu wal ihktima’u wa minhu qauluhum tana kahatil asyjaru izatama yalat wan dzamma bag dzuha ila bag dzin” (Nikah menurut bahasa adalah “berkumpul menjadi satu” sebagaimana kata orang Arab “pepohonan itu saling bernikah” jika satu sama lainnya bercondongan dan mengumpul).

    Adapun Nikah menurut syariat adalah suatu aqad yang berisi pembolehan melakukan persetubuhan dengan karena sudah melafazdkan “inkahin” (menikahkan) atau “tazwiji” (mengawinkan), kata nikah itu sendiri menurut hakiki bermakna aqad dan secara majaz  bermakna persetubuhan, ini menurut pendapat yang lebih sahih.
    Sunnah hukumnya saat menikah meniatkan sebagai untuk mengikuti sunnah nabi dan untuk memperkuat Agama Islam,(Fathun Mu’in).

    Hal ini benar adanya semakin banyak orang islam menikah dan memiliki anak banyak dan lagi dari keturunan sholeh maka makin bertambahlah pula komunitas muslim shalih di dunia yang menjadikan islam akan semakin banyak populasinya dan semakin kuat, sementara orang – orang kafir semakin sedikit jumlahnya di karenakan agama mereka tidak menganjurkan untuk memiliki anak keturunan yang banyak, baru baru ini (Tahun 2012) ada survey dari lembaga survey yahudi menyebutkan kalau Perancis akan menjadi negara islam pertama di Eropa karena faktor demografi, survey ini menyebutkan dalam setiap kelahiran 3 anak di perancis 2 diantaranya keturunan dari keluarga muslim, lihatlah !
    Pernyataan ini sudah ada ribuan tahun lalu dalam literatur islam dan sekarang terbukti bukan, ajakan ulama – ulama shalaf untuk memiliki anak banyak seolah di artikan oleh mereka yang liberar sebagai kebodohan, jika tidak di barengi dengan pertumbuhan ekonomi, padahal prinsip orang salaf adalah Rizki Urusan Allah, kita berusaha.

    Adapun pemebrian wajib calon suami kepada calon isteri dalam nikah itu namanya Mahar.

    “Berikanlah mahar (maskawin) kepada wanita (yang kamu nikahi) sebagai pemberian yang wajib. Kemudian jika mereka menyerahkan kepada kamu sebagian dari mahar itu dengan senang hati, Maka makanlah (ambillah) pemberian itu (sebagai makanan) yang sedap lagi baik akibatnya.” (Qs. An-Nisa’ : 4)
    Dalam ayat tersebut Allah memerintahkan memberikan mahar kepada wanita yang hendak dinikahi, maka hal tersebut menunjukkan bahwa mahar merupakan syarat wajib dalam pernikahan. Jika mahar tidak disebutkan dalam akad nikah maka pihak wanita berhak mendapatkan mahar yang sesuai dengan wanita semisal dirinya (‘Abdurrahman bin Nashr as-Sa’di dalam Manhajus Salikiin hal. 203).
    Mahar bisa berupa.
    1.       Harta (materi) dengan berbagai bentuknya.

    Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman,
    “Dan (diharamkan juga kamu mengawini) wanita yang bersuami, kecuali budak-budak yang kamu miliki (Allah Telah menetapkan hukum itu) sebagai ketetapan-Nya atas kamu. dan dihalalkan bagi kamu selain yang demikian (yaitu) mencari isteri-isteri dengan hartamu untuk dikawini bukan untuk berzina. Maka isteri-isteri yang telah kamu nikmati (campuri) di antara mereka, berikanlah kepada mereka maharnya (dengan sempurna), sebagai suatu kewajiban; dan tiadalah mengapa bagi kamu terhadap sesuatu yang kamu telah saling merelakannya, sesudah menentukan mahar itu. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui lagi Maha Bijaksana.” (Qs. An-Nisa’: 24)
    2. Sesuatu yang dapat diambil upahnya ( jasa).
    Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman,
    “Berkatalah dia (Syu’aib), ‘Sesungguhnya Aku bermaksud menikahkan kamu dengan salah seorang dari kedua anakku ini, atas dasar bahwa kamu bekerja denganku delapan tahun dan jika kamu cukupkan sepuluh tahun maka itu adalah (suatu kebaikan) dari kamu, Maka Aku tidak hendak memberati kamu. dan kamu insya Allah akan mendapatiku termasuk orang- orang yang baik’.” (Qs. Al-Qashash: 27)
    3. Manfaat yang akan kembali kepada sang wanita, seperti:
    ·         Memerdekakan dari perbudakan
    ·         Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu berkata, “Sesungguhnya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam memerdekakan Shafiyah binti Huyayin (kemudian menikahinya) dan menjadikan kemerdekaannya sebagai mahar.” (Atsar riwayat Imam Bukhari: 4696)
    ·         Keislaman seseorang
    ·         Hal tersebut sebagaimana kisah Abu Thalhah yang menikahi Ummu Sulaim radhiyallahu ‘anhuma dengan mahar keislaman Abu Thalhah. Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhubekata, “Abu Thalhah menikahi Ummu Sulaim. Maharnya keislaman Abu Thalhah. Ummu Sulaim telah masuk Islam sebelum Abu Thalhah, maka Abu Thalhah melamarnya. Ummu Sulaim mengatakan,’Saya telah masuk Islam, jia kamu masuk Islam aku akan menikah denganmu.’ Abu Thalhah masuk Islam dan menikah dengan Ummu Sulaim dan keislamannya sebagai maharnya.” (HR. An-Nasa’I : 3288)
    ·         Atau hafalan al-qur’an yang akan diajarkannya. Sebagaimana Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam telah menikahkan salah seorang sahabat dengan beberapa surat al-qur’an hafalannya (HR. Bukhari dan Muslim.
     Lihatlah betapa gampangnya mahar itu jika saja kalian mau memakluminya.
    Di era kita saat ini ada banyak hal yang menjadikan pernihakan tertunda, seiring dengan perjalanan zaman yang terus ke ujung, pergeseran nilai – nilai kemuliaan islam pun terus tersudutkan, pernikahan di zaman ini seolah bukan lagi sebagai tujuan ibadah untuk menjunjung tinggi Sunnah Rasulullah, melainkan sudah menjadi ajang untuk menjual harga diri, martabat, kasta, gengsi dll, semakin tinggi strata pendidikan si wanita semakin tinggi pula maharnya, semakin luas pergaulannya siperempuan semakin pandai pula dia menaikkan maharnya, mahar seolah menjadi ukuran harga diri atau kasta seorang perempuan.
    Ketahuilah islam tidak mengajarkan yang demikian, hal ini bukan kebiasaan pernikahan di jaman Rasul maupun zaman shahabat. Tapi ini pernikahan yang sudah terkontaminasi dengan kebiasaan orang – orang sekuler dan liberal. Entah kenapa pula kita harus mengadopsinya.
    Lihatlah pernikahan paling agung di dunia antara Sayyidina Ali Bin Abi Thalib dengan Saiyyidah Fatimah binti Muhammad Rasulullah Saw,
    Fatimah adalah  sebaik – baik wanita di zamannya, semulia – mulianya keturunan, memiliki derajat ketinggian nasab karena Darah daging dari Rasulullah dengan Ummi Khatijah sendiri, tak ada satupun perempuan yang mampu dapat menyamai Sayyidah Fatimah, dari zamannya sampai yang akan datang. Tapi lihatlah Rasulullah tidak mensyaratkan pernikahan Fatimah dengan Mahar yang tinggi, tapi semampunya Ali saja.

    Dikisahkan dalam kitab  Innahaa Fathimah Az-Zahra karya Muhammad Abduh Yamani. telah diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia dengan judul “Hanya Fatimah, Bunga Nan Jadi Bunda Ayahnya” ((Adalah Ketika Sayyidatuna Fatimah Azzahra mencapai usia ke-18, sebagian sahabat datang untuk melamarnya, di antaranya datang Sayyidina Abu Bakar, dan Rasulullah hanya diam lalu berkata “Aku menunggu perintah dari Allah”. Kemudian datang Sayyidina Umar maka Rasulullah menjawab sebagaimana jawaban pada Sayyidina Abu Bakar.

    Maka beliau berdua mendatangi Sayyidina Ali bin Abi Thalib seraya berkata “Wahai Ali engkau termasuk salah satu orang yang pertama masuk Islam dan engkau adalah begini.. begini.. dan begini…”

    Sayyidina Abu Bakr dan Umar memberi semangat pada Sayyidina Ali dan berkata “Sebaiknya engkau pergi melamar Fatimah dari Rasulillah dan engkau adalah orang yang pantas dan berhak memilikinya, engkau juga adalah sepupunya.”

    Maka berangkatlah Sayyidina Ali dalam keadaan malu yang sangat, lalu masuklah beliau kepada Rasulullah dengan rasa malu yang sangat besar, duduk di hadapan Rasulullah dan beliau Saw. melihat dari mata Sayyidina Ali terpancar sebuah kata-kata dan rasa malu.

    Rasulullah berkata “Apa yang ada di benakmu wahai Ali ?” Sayyidina Ali menjawab dengan mata yang berkaca-kaca “Terlintas di benakku Fatimah duhai Rasulallah”. Maka Rasulullah menjawab “marhaban wa ahlan” Sayyidina Ali pun terdiam dan tersipu malu. Begitu juga Nabi terdiam dan malu beberapa saat yang cukup lama. Dalam benak Rasulullah ingin Sayyidina Ali untuk membuka pembicaraan, dan Sayyidina Ali dalam keadaan malu yang sangat sehingga tak mampu meneruskan kata-katanya.

    Maka keluarlah Sayyidina Ali, dan para sahabat telah menunggu di luar dan bertanya “Apa yang Rasulullah katakan padamu ?” Sayyidina Ali menjawab ”Rasulullah berkata ‘marhaban wa ahlan’”. Para sahabat berkata “Wahai Ali, cukup seandainya Rasulullah berkata padamu satu saja, tapi Rasulullah telah memberimu dua jawaban yaitu ‘marhaban wa ahlan’ tidak diragukan lagi bahwa Rasulullah telah menyetujuinya.”

    Dalam riwayat yang lain: Ketika Rasulullah berada di masjid, Rasulullah berkata bahwa sesungguhnya Allah Swt telah menikahkan Fatimah dengan Ali di langit dan aku telah menikahkannya dengan Ali maka semua sahabat Ra. yang ada di masjid pun menjadi saksi.

    Di sebagian riwayat mengatakan: Rasulullah berkata kepada Sayyidina Ali “Hai Ali apakah kau memiliki sesuatu yang bisa kau jadikan sebagai mahar?” Maka Sayyidina Ali berkata “Wahai Rasulullah aku tak memiliki sesuatu apapun kecuali pedang dan baju perangku.”

    Karena Sayyidina Ali tergolong orang yang tidak mampu, yang tumbuh besar dalam didikan Rasulullah, seperti kita ketahui bahwa Beliau hidup dalam kezuhudan dan kemiskinan yang tidak memiliki apa-apa maka Ali pun menjawab seperti itu.

    “Duhai Ali mengenai pedangmu engkau harus tetap menggunakannya untuk berperang di jalan Allah sedang baju zirahmu juallah!” Maka Sayyidina Utsman membeli baju perang tersebut dengan harga 480 dirham lalu Sayyidina Ali memberikan hasil penjualan itu kepada Rasulullah.

    Rasulullah mengambil 1/3-nya untuk membeli minyak wangi dan sebagian digunakan untuk menghias rumah Fatimah. Disebutkan dalam sebagian riwayat Rasulullah masuk kamar Fatimah untuk bermusyawarah dengannya dan berkata “Wahai Fatimah sesungguhnya Ali ingin meminangmu dan kau telah mengenal Ali dengan baik.” Maka Sayyidatuna Fatimah diam dan tersipu malu. Rasulullah mengetahui dengan diamnya Fatimah itu berarti dia telah ridha dan menyetujuinya. Maka dimulailah persiapan untuk menggelar pernikahannya. Akan tetapi, tahukah anda perlengkapan apa yang dipersiapkan oleh Azzahra?

    Bagaimana dengan zaman ini, seorang anak gadis sekarang mungkin salah satu dari mereka merepotkan keluarganya dan mereka tidak rela jika pernikahan mereka dilakukan dengan sederhana. Dengan menginginkan ini dan itu, coba perhatikan Sayyidatuna Fatimah, pemimpin para wanita di surga nanti. Apakah perlengkapan yang disiapkan Fatimah? 

    Persiapan yang dilakukan Sayyidatuna Aisyah dan sebagian iring-iringan Ummahatul Mukminin dengan membawaperlengkapan nikah menuju rumah Fatimah, lalu Sayyidatuna Aisyah berkata “Kami gelarkan di kamar Fatimah pasir halus sebagai permadani yang menghiasi kamar Sang Bunga dan didatangkan bantal dari kulit yang didalamnya dipenuhi dengan pelepah kurma yang mana bantal ini bakal dijadikan sebagai alas tidur mereka. Dengan perabot alat penggiling gandum dan bejana tempat air (kendi) juga beberapa minyak wangi serta dipersiapkan tempat menyimpan baju (yang sekarang dikenal dengan nama lemari).”

    Tahukah anda bagaimana bentuk lemari tersebut? Sayidatuna Aisyah berkata “Kami tancapkan antara dua dinding sebatang kayu untuk meletakkan pakaian mereka dan tempat untuk menggantungan tempat air juga barang-barang mereka yang mana kayu ini sebagai segala tempat penyimpanan” (seperti lemari di zaman ini). Subhanallah, bagaimana dulu keadaan mereka dalam kezuhudan ini? Dalam keadaan yang sangat memprihatinkan ini??

    Akan tetapi Nabi Saw telah memberi kabar bahwa dunia tidak pantas untuk Muhammad dan keluarga Muhammad. Dimana Rasulullah tidak pernah menoleh dan disibukkan oleh dunia ini. Sedangkan Sayyiduna Hamzah datang dengan membawa dua onta yang sangat istimewa sebagai jamuan makan untuk para tamu-tamu yang datang.

    Sayyidatuna Aisyah berkata “Maka kami memakan kurma dan kismis dan demi Allah aku tak melihat pernikahan yang lebih mulia dari pernikahan Fatimah.” Bagaimana bisa sebuah pernikahan dapat menandingi pernikahan Fatimah yang mana pernikahan Fatimah telah dirayakan di langit sebelum dirayakan di bumi dengan ‘Inayah Allah Swt.

    Lalu dimulailah perayaan pernikahan, Nabi pun keluar dengan membawa bighal/binatang sejenis kuda dan berkata “Naiklah wahai putriku Fatimah.” Lalu beliau menyuruh Salman “Bawa dan tuntun ia menuju rumah Sayyidina Ali” dan Rasulullah mengikuti di belakang dengan Sayyidina Hamzah beserta keluarga Bani Hasyim sebagai arak-arakan menuju rumah Sayyidina Ali.
    Rasulullah menyuruh sebagian perempuan untuk mengarak Sayyidatuna Fatimah dengan disertai lantunan sya’ir-sya’ir pujian dan takbir kepada Allah serta menarik Sayyidatuna Fatimah dalam arak-arakan tersebut.

    Sungguh pernikahan yang sangat indah dan meria….
    Pernikahan yang membuat seluruh alam riang gembira….
    Pernikahan sang putri yang akan menjadi pemimpin para wanita di surga nantinya….
    Pernikahan yang akan menghasilkan para kesatria-kesatria yang akan menjadi pemimpin pemuda di surga….

    Mudah-mudahan Allah menjadikan kita semua termasuk dalam lingkupan kebahagiaan ini….
    Dan dicatat sebagai orang-orang yang singgah di telaga Rasulullah dan masuk ke surga Allah nanti..
    Aamiin..
    Aamiin..
    Ya Rabbal ‘Alamiin. ))

    Dan Fatimah Az-Zahra senantiasa hidup mendampingi suaminya, Imam ‘Ali bin Abi Thalib r.a., yang tidak mempunyai apa pun juga selain, hati dan pedang, ilmu dan iman. Isteri yang serta dan ikhlas itu menepung sendiri hingga tapak tangannya membengkak, menimba air sendiri hingga bajunya basah kuyup, menyapu rumah dan halaman hingga pakaiannya berdebu. Ia tidak hidup sebagaimana Permaisuri Para Raja yang hidup serba dilayani oleh beratus-ratus budak pembantu dan tidak pernah bekerja selain melarang dan menyuruh. Cobalah kita bayangkan: Manakah di antara dua orang isteri itu yang lebih bahagia hidupnya, lebih tenteram hatinya dan lebih cerah keadaannya. Inilah wanita sholeha yang di sebut oleh Nabi sebagaik sebaik – baik perhiasan dunia.
    Lihatlah
    Bagaimana indahnya pernikahan putri Rasulullah ini, sederhana tapi menjadi pernikahan yang menggebirakan seluruh isi Alam, Hewan dan Tumbuhan semua bertasbih memuji Allah karena gembiranya mereka. Pernikahan yang sebenar – benarnya. Pernikahan yang tidak memandang Mahar sebagai kunci utama dari sebuah kemampuan.
    Coba lihatlah sekarang ketika mereka para wanita dan pemillik anak gadis yang sudah menjauh dari apa yang pernah Rasulullah dan sahabatnya perbuat !
    Kata Rasul : “ sebaik – baik wanita adalah yang paling ringan maskawinnya”.
    (HR At Thabrani)
    Di zaman ini Ada banyak laki-laki yang mundur teratur akibat adanya permintaan mahar yang tinggi.  Bahkan ada sebagian daerah yang mensyaratkan pemberian mahar yang sangat memberatkan mereka kaum lelaki. Menghadapi hal semacam ini, hendaknya pihak wanita bersikap bijak. Tidak masalah jika pihak laki-laki memiliki kemampuan untuk membayar mahar tersebut, namun jika ternyata yang datang adalah laki-laki yang memiliki kemampuan materi yang biasa saja, maka tidaklah layak menolaknya hanya karena ketidakmampuannya membayar mahar. Terutama jika yang datang adalah laki-laki yang sudah tidak diragukan lagi keshalihannya, kataatannya dan ketaqwaanya Kepada Tuhan Mu. Malaikat akan tersenyum jika kalian rela meringankan mahar kalian seringan – ringannya demi sang lelaki yang shaleh, taat ibadah, tangguh kepribadiannya, bijaksana kata-katanya, ooooh..... alangkah malang jika kalian harus menolaknya hanya mereka karena keterbatasan materinya d dunia, padahal kalian sedang di ingini oleh lelaki perindu surga, tidakkah kalian merindukan keturunan kalian akan menjadi pewaris khalifah dimuka bumi, dan tidakkah kalian tahu bahwa anak – anak yang baik senantiasa di lahir dari darah keturunan orang tuanya yang baik pula. Padahal di jaman salafus shalih yaitu zaman dimana umat islam masih sangat terikat dengan keimanan, para wali berlomba – lomba menawarkan anak gadisnya kepada pemuda – pemuda yang sholeh
    Dalam kitab ‘Fathun Mu’in Bab nikah’ menyebutkan ‘wanudiba lilwaliyyi ‘ardzu mauliyatihi ‘ala zawisshalahi”/ sunat bagi sang wali artinya orang yang memiliki anak gadis menawarkan putrinya bagi orang – orang shalih”.
    Karena derajat orang sholeh itu lebih aula dari pada orang kaya yang dermawan..
    Wahai saudariku, untuk apa kalian mengadobsi aturan lain jika syari’at Islam memberikan solusi dengan sesuatu yang lebih mudah dan mulia ?
    Sesungguhnya sebagian wanita telah berbangga dengan tingginya mahar yang mereka dapatkan, maka janganlah kalian mengikuti mereka.
    Perlihatkan perbedaan pernikahan mu yang dituntun oleh iman dengan pernikahan mereka  demi kemegahan, Bedakanlah pernikahan Mu yang islam dengan pernikahan Mereka yang kafir. Kalian tahu ?
    Berapa banyak wanita yang terlambat menikah hanya karena mahar di daerahnya terlalu tinggi sehingga laki-laki yang hendak menikahinya harus menunggu selama bertahun-tahun agar dapat memenuhi maharnya. Alangkah kasihannya mereka yang harus menggadaikan hati padahal perkara ini amat mudah diselesaikan. Ini bukanlah perkara yang pelik dan bukan pula perkara yang menaruhkan harga diri dan martabat, apakah seseorang akan jatuh martabat dan harga dirinya jika walinya menerima mahar yang sangat ringan ? bukankah jika ini yang kalian lakukan itu sama halnya kalian sangat mencintai Rasulullah, kalian sedang mengidolakan Fatimah Az Zahra, dan barang siapa mencintainya maka akan Allah pertemukan mereka dengan drinya di surga Nanti....
    Tidakkah kalian wahai gadis – gadis muslim mengidolakan Fatimah ?
    Maka, jangan bebankan mereka dengan maharmu, wahai saudariku!
    Semoga Allah Subhanahu wa Ta’ala memberkahi pernikahanmu. Akhirnya Saudariku, teriring do’a untuk kalian baarakallahulaki wa baraka ‘alaiki wa jama’a bainakumaa fii khair..
    written by Akhifa Danie R
    Dari berbagai sumber
  • You might also like

    Tidak ada komentar:

    Posting Komentar

Pembaca Hari Ini

Cari Artikel Disini

Apakah Menurut Anda Jokowi - JK Sudah Menepati Janjinya Seperti Apa Yang Dijanjikan dimasa Kampanye

islam dan muslim

Allah berfirman :
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلا تَمُوتُنَّ إِلا وَأَنْتُمْ مُسْلِمُونَ
Dan janganlah Kamu Mati Kecuali Dalam Keadaan Muslim / Beriman !
itu janji muslim yang harus dipegang kuat-kuat.